Friday, January 29, 2010

VICTORIA, A Beautiful Piece of Canada






Text & Photo by Mary Sasmiro

Dua hari menikmati keindahanVictoria telah meninggalkan kenangan manis karena keelokannya, kisah sejarahnya dan landmark-landmark yang begitu ‘breathtaking’. Laut dan langit yang sama biru, taman-taman cantik dipenuhi bunga-bunga aneka warna dan sentuhan “Inggris” yang begitu kental adalah satu paket kenangan yang selamanya akan melakat dalam ingatan.

Setiap tahun saya menyempatkan diri untuk berlibur dan mengunjungi tempat baru, dan tahun ini sampailah saya di East Coast North America. Victoria yang merupakan ibukota British Columbia, salah satu negara bagian Kanada masuk dalam agenda yang saya kunjungi dalam trip kali ini.

Sekilas Victoria
Victoria yang terletak di ujung selatan Vancouver Island kini telah menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Kanada. Konon dalam setahun pengunjung pulau ini diperkirakan mencapai 3,6juta orang!. Saya tak merasa heran karena setelah menikmatinya sendiri, kota cantik ini memang layak dikunjungi. Klasik dan begitu indah.

Sejarah mencatat, orang Eropa pertama kali mendarat di pulau ini di akhir tahun 1700an. Warga Spanyol dan Inggris adalah yang pertama kali mengeksplorasi pulau cantik ini. Kemudian, di tahun 1858 ketika ditemukan emas di tanah British Columbia, Victoria kemudian menjadi pelabuhan dan pusat pertambangan. Populasipun membengkak pesat dari 300 menuju 5000 dalam hitungan hari! Buruh pendatang dari negara seperti Chinapun berdatangan, tak heran Chinatown di Victoria termasuk yang populasinya salah satu terbanyak di wilayah North America selain Vancouver dan San Fransisco.

Karena Kanada adalah koloni Inggris, tak heran nuansa Eropa terlebih Inggris kental terasa di sini. Mulai dari gaya bangunan landmarknya dan kereta kuda untuk turis yang tersedia terkesan sangat klasik Eropa. Sebagai turis, banyak sebetulnya yang bisa diexplore di Victoria, Whale Wacthing alias berlayar menyaksikan paus di laut bebas, outdoor sport seperti kayaking, mengunjungi museum atau hanya berjalan-jalan di seputar downtown dan sekitar dermaga pun menyenangkan. Karena saya tak tertarik watersport dan memang tak bisa, saya memilih yang terakhir.

Hari pertama tiba di Victoria setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam dari downtown Vancouver, mulai dari naik bus dan dilanjutkan naik kapal ferry dan kembali naik bus lagi untuk beberapa saat baru tiba di downtown Victoria, kota ini menyambut saya dengan hujan deras. Saya jengkel setengah mati karena kaki sudah gatal ingin bereksplorasi. Hotel saya, Hotel Victoria berlokasi strategis, dekat sekali dengan landmark-landmark legendaries kota cantik ini. Temperatur sekitar 11 derajat celcius diikuti angin yang menusuk tulang. Saya kaget karena baru kemarin di Vancouver, thermometer menunujukkan 20 derajat. Suhu bisa turun drastis disini. Karena jaket yang saya bawa tak cukup tebal, saya terpaksa menghabiskan sore menyesali hujan dari balkon hotel.

Hari ke-2 hujan terlah berhenti, dan saya tak membuang banyak waktu untuk segera keluar hotel. Berjalan kaki 5 menit dari hotel, saya sudah tiba di daerah wisata utama Victoria dan terkagum-kagum dengan dua landmark cantik yang mengesankan. Gedung Parlemen British Colombia dan Hotel Fairmont Empress yang berlokasi sama-sama menghadap dermaga cantik dengan jejeran yacht putih bagai berbaris rapih.

Impressed by the Empress
Saya selalu mengagumi sesuatu yang berbau klasik dan cantik. Dan hotel tua bernama The Fairmont Empress yang lebih dikenal dengan sebutan The Empress ini sungguh impresif. Terletak di jantung kota Victoria, hotel tua bergaya Edwardian, ala chateau style yang dibangun antara tahun 1904-1908 ini membuat saya tak henti ingin berphoto di depannya. Megah, cantik, anggun, old glamour, ah, you name it. Otak saya mulai korslet. Sekilas saya berkhayal menjadi Audrey Hepburn yang menjadi putri di film Roman Holiday. Saya berkhayal menjadi dirinya dan berganti judul film menjadi the Victorian Holiday. Bangunan megah ala kastil yang di sekeliling eksteriornya dirambati tanaman berjalar dengan taman luas super cantik dengan hamparan bunga warna warni tak heran disebut sebagai salah satu simbol kota Victoria selain Gedung Parlemen bergaya Baroque yang berada di seberangnya. Dibangun oleh arsitek yang sama, arsitek muda berbakat dari Inggris saat itu, Francis Mawson Rattenbury, Hotel Empress, sejak dulu menjadi tempat peristirahatan para bangsawan Eropa dan pejabat-pejabat internasional sampai selebriti yang berkunjung ke Victoria. King George VI, Queen Elizabeth, Shirley Temple masuk dalam A-list guestnya.

Saya sempet masuk dan berkeliling sejenak di dalam hotel. Ah, so classically British. Biarpun tak menginap, tak ada salahnya melewati lobby lounge legendarisnya yang menyajikan classic Edwardian afternoon tea service, dengan menu teh, fresh scones, preserves dan Jersey Cream. Konon, saking legendarisnya, tamu disarankan untuk membuat reservasi 1-2 minggu sebelumnya untuk dapat menikmati ritual high tea ala Edwardian itu walau harus merogoh kocek CAD$70/orang.

Hotel berkamar 477, dengan kamar pilihan menghadap dermaga ataupun taman hotel yang cantik ini, memiliki pula sebuah restoran cantik bernama The Bengal Lounge, saya sempat mengintip. Dengan kombinasi dekorasi Victorian style dan Colonial Indian style ( era dimana Queen Victoria adalah ratu India disaat itu), resto ini sungguh klasik dan unik.

Saya tak bosan menikmati kecantikan hotel ini entah dari luar ataupun dalam gedung. Satu hari nanti, saya bercita-cita menginap disini, tak hanya menikmati dari luar saja, Satu hari nanti, honeymoon saya mungkin, kalau sudah bertemu seseorang yang tepat. Indeed, I was impressed by the Empress.

The Grandeur British Colombia Parliament Building
Belum selesai mengagumi The Empress yang impresif, di seberangnya saya kembali terkagum-kagum dengan kemegahan gedung parlemen British Colombia dengan kombinasi arsitektur bergaya Roman dan detil gaya Baroque.

Free tour disediakan dan Anda cukup mendaftarkan diri di muka pintu utama gedung. Seorang wantia cantik dengan gaun ala jaman Victoria akan menyambut Anda dan mengantar memasuki gedung. Interiornya yang klasik dan cantik sungguh memukau. Sambil menikmati langit-langit penuh lukisan dan ukiran bahkan ada yang dilapis tinta emas, sang tour guide asyik bercerita sekilas mengenai gedung ini. Rombongan turis pun kemudian diajak berkeliling. Dan sampailah kami di depan sebuah ruang yang merupakan the Legislative Chamber, ruang bernuansa merah yang merupakan tempat rapat para anggota legislative negara bagian British Colombia. Cantik oh cantik. Belum lagi di sekitar ruang itu kaca-kaca berhias gambar mosaic membuat sinar matahari yang masuk lebih berwarna.

Konon, Francis Mawson Rattenbury yang seperti saya sebut tadi, arsitek yang juga mendesain The Empress, mempertaruhkan namanya ketika diberi kepercayaan menerima project besar membangun gedung parlemen ini. Ia yang saat itu masih berusia muda harus bisa meyakinkan publik ia mampu. Dan nyatanya, karirnya melesat dengan karya-karya besarnya di Canada yang sampai kini bisa kita nikmati. Detil cantik central Dome berwarna hijau berukir di tengah bangunan gedung mengingatkan saya pada gedung-gedung tua di Roma, dan patung sosok Captain George Vancouver yang terbuat dari perunggu dan berlapis emas membawa ingatan saya pada pucuk salah satu gedung di Grand Palace Square di Brussel yang juga bergaya Baroque. Selera Rattenbury memang sangat terpengaruh masa kejayaan Eropa di masa lampau. Belum lagi taman di depan gedung parlemen yang megah ini begitu cantik dihias bunga-bunga dan sebuah kolam cukup besar dengan air mancur. Indah sekali. Di kala malam, seluruh gedung dihiasi lampu. Tak siang tak malam, gedung ini cuma memberi satu kesan bagi saya. Beautiful.

The Butchart Garden, Flower Lover’s Heaven
Karena sore hari sudah harus kembali ke Vancouver dengan kapal ferry, buru-buru saya penuhi agenda saya di Victoria dengan mengunjungi The Butchart Garden yang legendaris. Taman bunga yang sudah saya dengar dari rekomendasi teman sebagai salah satu tempat yang wajib saya kunjungi bila mampir ke Victoria ini sunggah tak mengecewakan.

Bila Anda adalah pecinta taman dan aneka bunga-bunga cantik, saran saya masukkan Butchart Garden dalam agenda bila Anda berlibur ke Kanada. Aneka tanaman cantik yang ditata dengan apik akan membuat Anda merasa betapa Tuhan begitu maha besar dengan segala karyanya di alam ini. Dibangun di awal abad ini oleh Jennie Butchart bersama suaminya Robert, seorang saudagar kaya yang sering bepergian keliling dunia, kini taman cantik ini telah lama menjadi permata di barat Kanada. Lebih dari 700 jenis bunga dan tanaman tumbuh mekar cantik di taman yang memiliki lima taman utama, Mediterranean Garden, Sunken Garden, Rose Garden, Japanese Garden dan Italian Garden.

Favorit saya sendiri adalah the Rose Garden dan Italian Garden yang terkesan sungguh romantis. Ketika melihat begitu banyak bunga mawar di taman ini, tiba-tiba saya menjadi kangen dengan mami yang telah saya tinggal berlibur hampir sebulan di Jakarta. Sebagai penggemar bunga mawar, pastilah ia akan senang berada disini. Italian Garden lebih romantis lagi, warna bunga-bunganya didominasi warna-warna bold seperti lilac, merah tua dan kuning. Rumput menjalar pada dinding yang dirawat rapih sebagai background sebuah patung perunggu bergaya cupid tampak cantik manis. Belum lagi sebuah kolam cukup panjang yang dikeliling aneka bunga. Mata Anda sungguh dimanja disini.

Memasuki Japanese Garden, sulit untuk merasa diri Anda tidak sedang berada di Jepang. Nuansa serba hijau dan gaya tanaman ala Jepang sungguh membuat Anda seolah sedang berada di taman-taman asri Kyoto atau di Sapporo.

Keluar dari area taman, tampak toko Seed & Gift yang menjual aneka keperluan berkebun yang pasti menjadi toko favorit para pecinta hobi bercocok tanam.

Merogoh kocek sebesar CAD25$ untuk dapat menikmati cantiknya taman ini, saya tak menyesal. Kenangan yang saya rangkai bersama bunga-bunga cantik di taman asri ini last forever. So, it is all worth it.

Good Bye Victoria
Menjelang sore, langit masih cerah. Saya kembali ke downtown Victoria untuk bersiap naik ke bus yang akan membawa saya menuju kapal ferry yang membawa saya kembali ke Vancouver. Saya masih sempat sekali lagi melintasi The Empress, gedung parlemen dan duduk termangu menikmati keindahan dermaga waterfront pulau ini yang cantik. Langit yang sama biru dengan warna air laut, barisan yacht putih yang parkir rapih di dermaga dan kereta kuda ditarik kuda putih yang gagah sekaligus anggun melekat erat dalam ingatan saya sampai hari ini. Keindahan Victoria di penghujung musim panas lalu akan saya simpan rapih dalam kenangan. Ketika kapal ferry membawa saya meninggalkan Victoria yang cantik itu, dalam hati saya berbisik, suatu hari nanti saya pasti akan kembali. Mungkin menikmatinya di musim yang berbeda, ketika salju menyelimuti pucuk-pucuk tanaman di Butchart Garden, ketika hamparan salju menjadi karpet yang menyambut saya di depan pintu the Empress dan ketika saya akan mengelilingi kota dengan coat tebal diatas kereta kuda. Satu hari nanti saya ingin kembali untuk mewujudkan khayalan indah saya di sini.

Travel Info: • Bila mengunjungi Victoria sendirian tanpa mengikuti tour, belilah tiket bus yang sudah sepaket dengan biaya kapal ferry. Sekitar CAD$89 return tiket. Bus berangkat dari kawasan downtown Vancouver. Lebih praktis dan ekonomis. • Bila waktu sangat singkat dan lebih memilih tour lokal, di internet banyak tersedia info atau dapat memesan tour di meja concierge hotel-hotel besar di downtown Vancouver seperti The Fairmount atau Holiday Inn. • Cuaca di Canada pada umumnya bisa berubah cukup drastis antara siang dan malam. Bila hujan turun dan disertai angin, cuaca bisa menjadi tiba-tiba sangat dingin. Jangan lupa membawa jaket tahan angin karena di dekat daerah laut umumnya angin cukup kencang. • Victoria tak banyak menyajikan makanan yang menarik dibanding Vancouver, resto yang ada pun tak buka sampai larut malam, Bila Anda suka ngemil di malam hari, bawalah bekal cemilan sendiri.

No comments:

Post a Comment