Friday, January 29, 2010

Brussels, A Day to Remember



Text by : Mary Sasmiro

Jangan pernah berpikir kota kecil yang terjepit ditengah Amsterdam dan Paris ini hanyalah kota persinggahan. Bila analisa psikologi diterapkan untuk menggambarkan kota kecil penuh warna ini, maka Brussels adalah kota dengan split personality. Klasik namun modern, penuh sejarah namun sekaligus happening. Kata yang tepat untuk menggambarkannya dimata saya adalah Neoclassic.

Tak dipungkiri bagi turis Indonesia, Brussels-ibukota negara Belgia ini adalah jalur yang wajib dilewati bila ingin mengunjungi Paris dari Amsterdam, atau sebaliknya. Dan umumnya kunjungan itu hanya berdurasi sehari dan dipandang tak terlalu berarti. Paris, Amsterdam, London atau Roma terdengar lebih menggoda saat pesawat membawa kita terbang menuju benua Eropa untuk kali pertama. Demikian pula saya. Tapi nyatanya, percaya atau tidak, 16 hari menikmati liburan musim gugur di kota-kota utama di kawasan Eropa barat, Brussels yang mungil yang dulu tak terlalu saya perhitungkan, justru meninggalkan kesan yang mendalam. Dalam waktu sehari, cukup untuk membuat saya terbuai pada kecantikannya dan kesannya belum terlupa.

Brussels yang Berkarakter
Sebelum berangkat ke Eropa, ketika membaca itenary perjalanan, saya agak penasaran pada Brussels, macam apakah kota kecil yang jarang saya dengar dibicarakan turis-turis Indonesia yang pernah ke Eropa, namun kok sampai dikenal sebagai the Capital of Europe. Mengapa bukan Roma yang katanya kota tua bersejarah peradaban masa lalu? Atau Paris yang terkenal cantik dan kesohor sampai seantero dunia? Atau mengapa tidak Jerman yang katanya berisi mahluk-mahluk pintar yang menghasilkan banyak penemuan-penemuan modern. Meninggalkan Amsterdam menuju Paris, bus yang saya tumpangi singgah di Brussels di satu pagi yang cerah. Masih cukup dingin, sekitar 10 derajat celcius. Memasuki kawasan kota, kesan pertama yang saya dapat adalah anggun dan bersih. Jalanan yang lebar dan pohon-pohon rindang, serta bangunan-bangunan klasik tipikal Eropa yang terawat dengan baik. Menyandang posisi sebagai kota pemerintahan Uni Eropa, Brussels memang tak mengecewakan. Gedung-gedung tua bergaya khas jaman keemasan Eropa di masa lalu, gaya Art Nouveau dengan ciri khas bangunan dengan materi berkesan bold, kombinasi batu-batu besar, baja dan keramik mewah berjejer rapih dan anggun. Tampilannya memberi kesan ibarat seseorang, Brussel adalah sosok yang berbudaya, aristokrat, anggun namun kuat. Seperti sosok seorang jendral berwibawa. So, bila Anda seperti saya, orang yang mengagumi keindahan arsitektur lama walaupun saya bukan arsitek, Brussels adalah tempat yang tepat. Katedral, museum dan gedung pemerintahan yang dilewati sungguh kental dengan sentuhan arsitektur khas gaya klasik Eropa. Art Nouveau, Art Deco, Baroque dan Gothic. Lengkap!Sungguh cantik!

Grand Place, Trully Grand!
Bangun pagi dan melakukan perjalanan cukup panjang dari Amsterdam dengan bus ke Brussels disaat cuaca dingin di pertengahan bulan Oktober cukup membuat saya lemas. Namun setibanya di kota melihat pemandangan gedung-gedung cantik dari jendela mata saya mulai agak terbuka, tak sayup-sayup lagi. Dan puncaknya ketika tiba di Grand Place, alun-alun yang konon dipercaya sebagai salah satu alun-alun terindah di dunia. Saya tergirang-girang seperti cacing kepanasan, bukan cacing kedinginan. Berdiri di tengah alun-alun supermegah itu, saya serasa menjadi poros jam dinding. Berputar 360 derajat dan setiap sudut adalah gedung-gedung klasik yang megah dan cantik. Di tengah alun-alun yang di kala musim panas dihiasi hamparan karpet bunga hidup itu terlihat para pelukis jalanan sedang asyik memamerkan dagangannya. Banyak turis yang sedang dilukis. Yang dilukis cantik, yang melukis ganteng, Dilukis ditengah tempat yang begitu indah…duh, benar-benar suatu pengalaman yang menyenangkan. Bila waktu memungkikan, sayapun ingin. Tak peduli saya bukan lagi anak kecil, dengan asyik saya kesana kemari berfoto ria. Kadang saya malu kalau mengingat betapa saya dulu 1/2 berteriak dan meloncat kecil kegirangan menunjuk-nunjuk gedung cantik dan minta difoto disana. Gedung yang paling membuka mata saya adalah balai kota yang juga dikenal sebagai Hotel de Ville, selesai dibangun oleh arsitek Jan von Ruysbroeck di tahun 1444. Dikenal sebagai Gothic Masterpiece dan merupakan salah satu gedung terindah di Belgia. Konon, menara loncengnya disebut sebagai yang terindah di dunia dengan detail ukiran bergaya gothic yang mengagumkan. Saya percaya, karena memang cantik. Selain Hotel de Ville, bangunan-bangunan terkenal di sekitar adalah Le Pigeon, dikenal sebagai tempat tinggal Victor Hugo, penulis Prancis yang terkenal dengan karyanya, Les Miserables yang kini di jaman modern telah dijadikan film dan drama musikal. Adapula The Maison du Roi yang dibangun oleh Charles Quint dengan gaya Baroque, begitu megah, serasa berada dalam setting film era Renaissance. Tak bosan saya menikmati ukiran-ukiran permukaan gedung-gedung disana, kubah bulat diatas gedung dengan patung di pucuknya, ukiran-ukiran detail di pilar-pilar jendela, ah…megah, anggun, simply exquisite. Rasanya dalam hitungan satu-dua jam, entah sudah berapa puluh bahkan mungkin ratusan photo yang bisa diabadikan disana. Menutup kunjungan di Grand Place dengan menikmati keagungan masa lalu yang spektakuler ditemani segelas kopi panas di tengah café berasitektur klasik saat musim gugur, sungguh suatu pengalaman yang tak terlupa.

From Manneken Pis to Haute Chocolait
Brussels bukan kota yang besar, sehingga banyak yang bisa dinikmati dengan jarak yang tak jauh. Di sebelah kanan pojok jalan dekat balai kota, arah jalan menuju patung Manekkin Pis, saya berhenti di depan t’Secrales, sebuah patung tembaga bersosok laki-laki yang tergolek terluka ketika memperjuangkan Brussels karya pematung Julien Dilens (1849-1904). Konon, dengan menggosok badan patung itu, akan mendapat jodoh dan keberuntungan. Saya yang memang masih single iseng turut mencoba terlepas apa benar legenda itu. Usai make a wish dan saling senyum pada turis Jepang di sebelah yang mengikuti jejak saya menggosok, sayapun menuju Manekken Pis, satu-satunya obyek wisata yang sering saya dengar tentang kota Brussels sebelum saya sampai disini. Saya kaget dan kecewa ketika melihat apa yang saya temukan. Diantara desakan turis, ternyata Manekken Pis hanyalah patung anak kecil yang sedang pipis. Ukurannya pun tak besar, lokasinya pun seperti di jalanan kecil, lebih mirip gang. Namun setelah mendengar legendanya dimana konon anak kecil itulah yang menyelamatkan kota Brussels dari ledakan karena ia mengencingi sumbu bom dimasa perang, saya jadi tak menyesal meluangkan waktu mengunjunginya. Sepanjang jalan terlihat banyak toko souvenir namun saya tak terlalu berminat. Malah asyik melihat-lihat jalanan sekitar yang saya lalui. Saya berhenti pada suatu bangunan yang temboknya dihiasi gambar tokoh kartun kreasi Herge, Tintin dan Snowy, anjing putihnya serta Kapten Haddock yang galak namun lucu. Sejak kecil saya adalah penggemar dan kolektor komik Tintin, barulah saya tahu, Belgia adalah sarang komikus favourit saya itu. Willy Vanersteen yang juga kreator tokoh Smurf yang berbadan biru, ternyata juga berasal dari Belgia. Bila Anda adalah penggemar tokoh Tintin, tak ada salahnya mengunjungi The Belgian Centre of Comic Strip Art ketika di Brussels. Disana, Anda akan melihat patung Tintin mendarat di bulan dengan ukuran asli lengkap dengan kostum astronotnya yang berwarana orange kinclong seperti di cover komik aslinya. Sungguh saya menikmati berjalan-jalan di jalanan kecil di kota Brussels, membiarkan kaki melangkah sambil menikmati udara dingin namun matahari bersinar cerah. Toko-tokonya mungil, sederhana namun cantik. Sebuah toko coklat dengan nama berbau Prancis yang saya lupa namanya menarik perhatian, begitu ramai, tak hanya dipadati turis, tapi juga penduduk lokal. Saya berprinsip, toko makanan yang ramai dikunjungi penduduk lokal, pastilah dijamin enak karena rasanya pasti asli, tidak dimodifikasi untuk menyesuaikan lidah turis. Ketika masuk, coklat yang dijajakan aneka rupa. Mata saya lebih tertuju pada coklat handmade yang dijajakan di meja bertutup kaca. Penjaga toko yang ramah menawarkan saya untuk mencicipi sebelum membeli. Alamak, biarpun bentuknya tak secantik segala macam coklat berbentuk aneh-aneh yang dijual di supermarket Jakarta, coklat yang dijual disini rasanya bener-benar tak tertandingi. It melts in your mouth. Rasanya pun dari yang klasik sampai unik. Praline bersisi hazelnut sampai beraroma kulit jeruk ada disini. Merogoh kocek belasan Euro untuk coklat yang dikemas ala kadar, maksud saya hanya berbungkus plastik dan label toko, ah…bila rasanya tidak enak seperti ini, rasanya sayang untuk membeli. Dan coklat itu, belum sampai ke Jakarta, sudah habis di perjalanan. I just couldn’t resist. Memang, Belgia terkenal sebagai penghasil coklat terbaik di dunia. Nama-nama seperti Godiva, Cot’e Dor dan Pierre Marcolini pasti tak asing bila Anda adalah Chocoholic sejati. Saya baca dari artikel majalah turis setempat, bahkan Pierre Marcolini memproduksi coklat truffle seharga $102.50 per pon. Kalau di dunia fashion ada istilah Haute Couture, rasanya tak berlebihan bila Brussels ditempatkan sebagai rumah dari Haute Chocolait.

Atonium, Bola Atom Simbol Kota
Setelah menikmati bangunan-bangunan bergaya klasik yang umumnya bergaya gothic, kunjungan berikut adalah The Atonium yang dibangun di tahun 1958 oleh sebuah industri baja terkemuka di Belgia untuk menyambut The World Expo saat itu. Ketika melihatnya dari jauh, saya teringat pada kapal ruang angkasa para alien di film-film produksi Hollywood. Monumen futuristik berbentuk sembilan molekul dengan tinggi 102m, dimana setiap molekulnya berdiameter 18m adalah simbol kebanggaan kota Brussels. Enam diantara sembilan molekul tersebut dibuka untuk umum. Dari molekul di menara tertinggi, bersiaplah menikmati pemandangan menakjubkan. Awal melihat bagunan ini, saya tak menyangka ia dibangun di tahun 1958! Rasanya bila dibilang bangunan ini dibangun baru tahun kemarin saya percaya saja.


Satu Hari Menjadi Warga Dunia
Ingin sekali rasanya tak harus meninggalkan Brussel ketika senja mulai tiba. Namun Paris yang masih harus ditempuh dengan duduk berjam-jam di bus sudah menanti. Kota yang cantik dengan segala keanggunannya ini sudah menjawab pertanyaan saya sendiri mengapa ia yang terpilih menjadi The Capital of Europe. Ketika kembali ke Jakarta dan menulis jurnal kecil tentang perjalanan saya mengisi liburan di kota-kota Eropa Barat, saya mencatat Brussels tak kalah mengesankan dibanding dengan Paris, London ataupun Roma. Ia memiliki karakter tersendiri yang membuatnya begitu tidak terlupa. Klasik, kontemporer, bohemian, anggun, gagah semua kesan itu terekam rapih dalam ingatan. Mungkin itulah versi jawaban saya mengapa ia yang patut dijadikan pusat pemerintahan Uni Eropa. Seorang teman yang pernah tinggal di Brussels menerangkan bahwa, disana, 1/3 penduduknya memegang passport asing. Disana bercampur banyak penduduk pendatang dari benua Eropa sendiri ataupun dari kawasan Mediternia dan Asia. What a truly melting pot. Bila Anda bercita-cita ingin menjadi The Citizen of the World, alias warga dunia, mungkin disinilah tempatnya. Di jalanan Anda akan mendengar orang berbahasa Prancis, Belanda, Inggris bahkan Jerman walaupun bahasa utamanya adalah Prancis dan Flemish. Wajah-wajah kulit putih, Asia, Mediteranian seperti Turki dan Arab bakan Eurasia bercampur aduk di tengah kerumunan kota. Dalam satu hari Brussels telah membuka mata saya dengan menyajikan kontradiksi yang unik. Bangunan bergaya Renaissance, ada. Gedung kontemporer?Ada. Pria necis dengan dasi dan coat ala pejabat pemerintahan sampai yang berambut Mohawk biru dan kerkalung paku, pun ada. Sampai hari ini saya masih sering terkenang di satu bulan Oktober yang indah, saya duduk santai lengkap dengan coat menikmati kopi hangat di café terbuka di kawasan Grand Place, menikmati segala ‘kebesaran’ yang dimiliki kota kecil ini. Hari itu, saya merasa telah menjadi warga dunia, walaupun hanya sehari.

Quick Fact • Patung Manekken Pis memiliki total 740 kostum yang dipamerkan di museum local di Brussel. • Terkenal sebagai pusat coklat terbaik dunia, Brussel memiliki museum coklat bernama Musee du Cacao et du Chocolat. • Belgia diyakini sebagai salah satu negara dengan konsumsi coklat terbanyak. • Setiap tahunnya dalam beberapa hari di bulan Agustus, alun-alun Grand Place diselimuti oleh karpet bunga hidup yang sangat spektakuler.

Travel Tips
• Bila bosan dengan souvenir gantungan kunci dan sejenisnya, kunjungi Rue du Heuvel Colline-lokasi La Boutique Tintin yang menjual merchandise tokoh-tokoh komik klasik karya Herge tersebut. Disana, tersedia merchandise asli mulai dari Tintin sampai Bianca Castafiore. • Brussel bukan kota besar, jarak berbagai tempat menarik bisa ditempuh dengan berjalan kaki, siapkan sepatu yang nyaman untuk berjalan. • Brussel terkenal dengan makanan khas, Mussels and Frites. Kerang bercangkang hitam yang direbus dengan bumbu-bumbu dan disajikan dengan Frites, semacam French fries. Must try! • Bila hobby bershopping ria tidak bisa ditinggalkan, Galerie City adalah tempat yang pas. Shopping center yang luas ini menyediakan merek-merek favorit seperti Mango, Zara dan Naf-Naf, walau menurut saya, bila belum musim SALE, harga disana bila dikurs ke rupiah jadinya lebih mahal daripada beli di Jakarta.

1 comment:

  1. wah cici..sekilas aja aku baca...serasa terbang ke amrik ma ke europe nih...penjelasannya enak, pemaparan tempatnya itu lho yang bikin aku bisa ngebayangin lagi disana..ahahha..sekalgus bisa jadi bahan guiding nih...itu dulu deh...aku mao lanjut baca lagi...lagi seru nih soalnya...ahahhaha

    ReplyDelete