Friday, January 29, 2010

Linderhof , Palace of a Dream




Text & Photos by Mary Sasmiro

Sejak dulu, saya sudah tertarik dengan segala yang berbau Eropa. Bangunannya yang historikal, seniman-senimannya yang hebat dan segala cerita sejarah yang tidak pernah habis digali.

Setelah sekian lama bermimpi akan merasakan sendiri indahnya benua Eropa, tidak hanya dinikmati dari foto-foto di majalah maupun apa yang saya lihat di layar kaca, akhirnya pada musim gugur tahun ini, saya membulatkan tekad untuk mengunjungi benua Eropa untuk merasakan dan merekam keindahannya dengan mata kepala sendiri.

Begitu banyak negara dan kota yang saya kunjungi, mungkin rute yang biasa ditempuh oleh turis-turis yang mengambil paket tur ke Eropa Barat. Saya menikmati kemegahan kota Roma, keagungan Vatican, merasakan betapa menyenangkannya bercanda dengan ratusan burung dara di tengah pulau Venezia yang indah dengan gondolanya yang melegenda, merasakan pula asrinya Austria melalui kota kecil yang asri bernama Innsbruck. Tak luput menikmati keindahan salju abadi di Mount Titlis dan kota Lucerne yang bersih dan indah di Swiss. Terkesan pula dengan Amsterdam yang terkenal dengan kanal-kanalnya, Heidelberg yang sangat’Jerman’ dengan segala mobil mewah produksi dalam negeri yang berseliweran di sepanjang jalan. Tak lupa pula Brussels yang mengagumkan , tanah kelahiran komikus idola saya, Herge, sang pencipta tokoh Tintin. Dan seumur hidup saya tidak akan lupa akan keindahan kota Paris yang romantis dan kemegahan Big Ben di Inggris yang membuat saya merasakan apa yang namanya deja vous.

Namun, dari semua tempat yang saya kunjungi, ada satu obyek wisata yang mungkin jarang dikunjungi turis Indonesia, tapi begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. Disini saya ingin berbagi, betapa saya terkesan dengan kemegahan sebuah istana mungil di sebuah desa kecil di Jerman, sebuah tempat bernama Schloss Linderhof yang berarti Istana Linderhof.

Menuju Schloss Linderhof
Istana Linderhof terletak di sebuah daerah di Jerman dekat Oberammergau, barat daya propinsi Bavaria dekat Ettal Abbey. Linderhof merupakan istana terkecil dari tiga istana yang dibangun oleh King Ludwig II dari Bavaria. Tapi istana ini adalah satu-satunya istana yang selesai pembangunnannya dan sempat ia nikmati selama hidupnya disamping istana lainnya yang tidak pernah selesai pembangunannya sampai akhir hayat sang raja, yang mana adalah istana Neuschwanstein dan istana Herrenchiemsee.

Saya harus berterima kasih pada tour leader saya yang mengajak grup saya untuk menikmati keindahan Linderhof sebagai tour optional. Mulanya saya agak heran, tidak pernah saya mendengar nama itu. Mungkin karena dalam bayangan saya, Jerman tidak terlalu banyak meninggalkan sejarah yang menarik untuk saya pribadi, sedang saya sudah tidak sabar menanti kapan waktu saya sampai di Paris ataupun Inggris yang obyek wisatanya lebih saya kenal. Tapi ia meyakinkan kita semua bahwa istana tersebut begitu cantik dan tamannya sangat mengagumkan. Cerita tragis tentang King Ludwig II yang membangun dan tinggal di istana kecil tersebut pun tak kalah membuat penasaran seperti apakah istana yang konon tamannya menjadi salah satu taman terindah di dunia. Dan akhirnya, saya ikuti sarannya.

Kami berangkat dari kota Innsbruck,Austria menuju Schloss Linderhof di siang hari. Perjalanan menempuh jarak kurang lebih 80km dan karena melewati gunung dan lembah waktu yang ditempuh memakan waktu sekitar dua jam. Namun dua jam perjalanan di dalam bis sama sekali tidak melelahkan apalagi membosankan. Sepanjang perjalanan, saya tidak habis mengagumi keindahan alam dari kaca jendela bis yang saya tumpangi. Gunung, bukit dan lembah dengan rumah-rumah kayu khas Jerman di tengah padang rumput dengan warna-warni alam khas musim gugur begitu mengagumkan. Saya tidak tahu persis tanaman apa, pohon apa yang membentuk satu kesatuan aneka warna dari merah maroon, hijau, kuning keemasan membentang indah menyelimuti pegunungan dan lembah yang saya lewati.Dengan diiringi lagu Autumn Leaves dari Nat King Cole melalui Ipod, sungguh saya terbuai oleh apa yang saya lihat.

Tak terasa dua jam sudah kita lewati, dan tibalah kita di komplek istana. Saya agak kaget istana yang katanya tidak besar itu ternyata masih harus ditempuh dengan jalan kaki yang agak menanjak dari pelataran parkir bis. Untung saya sudah disarankan untuk memakai sepatu yang comfortable. Dan jujur saja, saya tidak ambil pusing, I’m just too excited untuk mengunjungi sebuah istana di Eropa, yang konon biarpun mungil namun menyimpan seribu kemewahan di dalamnya. Selama 10-15 menit berjalan, melewati hamparan taman luas sekali lagi saya menyaksikan betapa indahnya daun-daun kering berwarna kuning keemasan yang berguguran terhampar diatas rumput hijau. Saya merasa bagaikan kehadiran saya seolah disambut oleh permadani musim gugur.

Linderhof, Istana Impian Sang Raja
Sampailah saya di tempat dimana istana Linderhof megah berdiri. Agak kaget ternyata istana tersebut dari luar terlihat tidak besar. Cenderung terlalu mungil untuk disebut istana. Bangunan bergaya sangat Eropa itu eksteriornya dihiasi berbagai ornamen yang begitu detil. Warnanya yang putih agak krem dengan atap hitam tidak memberi kesan istana yang menyeramkan dan ‘dingin’. Saya menangkap kesan, istana tersebut lebih mirip sebuah vila tempat peristirahatan sang raja. Hangat dan bersahabat.

Memang benar apa kata tour leader saya, komplek istana ini memiliki taman yang sangat indah. Dan saya begitu terbuai oleh kecantikan taman-taman yang mengelilingi komplek istana Linderhof. Banyak patung-patung dewa dewi di setiap sudut, dan walaupun saya kurang paham dewa dewi siapa yang bertengger sebagai patung di pojok sana sini atau jenis tanaman apa yang tumbuh disitu, tapi saya hanya bisa menyebut kesemuanya dengan kata indah…indah dan indah.

Tepat di depan istana terdapat sebuah kolam buatan yang cukup luas, dengan patung seorang wanita berwarna emas sedang duduk di tengah telaga dikelilingi anak-anak. Tepat pada jam 4 sore, ada air mancur yang menyembur dari tengah kolam dimana patung wanita tersebut duduk, mulanya tidak terlalu tinggi…mulai meninggi dan semakin meninggi…megah sekali. Saya melihat ada jendela dari bangunan istana yang menghadap persis ke telaga tersebut. Saya yakin, King Ludwig II yang terkenal memiliki selera seni tinggi, sering berdiri di jendela tersebut untuk menikmati indahnya kolam dengan semburan air mancur tersebut semasa ia tinggal disana.

Mungkin ada baiknya saya sedikit bercerita mengenai King Ludwig II, seorang raja dengan masa pemerintahan yang cukup singkat dan terkenal karena pribadinya yang cenderung eksentrik. Kecintaannya pada dunia seni terutama sastra dan kekagumannya pada istana Versailles di Prancis lah yang membuat hari ini saya bisa berdiri tegak menyaksikan sebuah istana mungil yang menyimpan seribu keindahan dan kesan mendalam.

King Ludwig II yang bertahta dari tahun 1869 dan 1878, dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1845 di Nymphenburg Castle di Munich. Ia tewas dengan misterius di danau Starnberg pada tahun 1886, di usia muda, hanya 40 tahun. Sampai hari ini, tidak ada yang tahu persis, apakah ia mati terbunuh, kecelakaan ataukah bunuh diri.

King Ludwig II adalah tipe raja yang tidak terlalu tertarik pada dunia perang dan kekuasaan. Kecintaannya pada dunia seni membuat selama 9 tahun masa pemerintahannya, ia lebih dikenal sebagai raja kurang waras yang berambisi membangun berbagai istana mewah dibanding seorang raja yang kompeten mengurus negara. Singkatnya, semasa ia bertahta, Ludwig II terkenal dengan tiga hal: pertama, ia selalu berusaha tidak berurusan dengan perang, dan hal itu memberi perdamaian di Bavaria.Kedua, dia sangat terkenal dengan ambisinya membangun istana-istana mewah impiannya. Ketiga, Ludwig terkenal sebagai raja yang eksentrik dengan kecintaannya pada seni dan sifatnya yang tidak menyukai keramaian dan seperti hidup dalam dunia impianya sendiri.

Terlepas dari segala isyu Ludwing adalah raja yang kurang waras dan eksentrik, saya tidak bisa memungkiri segala keedanannya dan keeksentrikannyalah yang membuat saya ikut terbuai dengan segala fantasi dongeng yang ia miliki selama hidupnya. Segala itu saya nikmati selama kunjungan saya ke Linderhof.

Sayang ketika memasuki areal dalam istana, kami semua tidak diperbolehkan memotret. Jadi yang bisa saya bagi dengan Anda semua hanya ingatan saya secara tertulis dan semoga dengan tulisan saya pada bagian ini, bisa membantu mengajak Anda memvisualkan segala kesan dan detail yang saya ingat dari apa yang saya lihat dan sensasi yang saya bayangkan saat saya menjelajah ruang demi ruang istana yang tidak besar tapi meninggalkan kebesaran tersendiri dari pemiliknya.

Memasuki Istana Sang Pemimpi
Guide yang ramah, seorang wanita Jerman muda dengan antusisas bercerita sedikit mengenai siapa Ludwig II, sebelum ia membawa kami memasuki 4 ruangan utama yang ada dalam istana itu. Saya cukup kaget, hanya ada 4 ruangan besar dlm sebuah istana, terlalu minim dibanding dengan apa yang saya lihat dan bandingan dengan Istana The Forbidden City di Beijing ataupun Versailles di Prancis. Namun rasanya tidak fair membandingakannya dengan istana lain yang besar…tapi sesaat setelah saya diajak menjelajah setiap ruangan milik sang raja eksentrik yang menganggap dirinya The Moonlight King, saya berkata pada diri sendiri, istana mungil ini sungguh detail, dan tidak bisa saya bandingkan dengan ke-2 istana yang saya sebut sebelumnya karena ia juga memiliki ‘ kebesarannya’ tersendiri.

Eastern and Western Tapestry Chamber
Ruangan ini adalah ruang pertama yang saya masuki setelah menaiki tangga megah yang didepannya berdiri sebuah vas blu Sevres porcelain dari Prancis yang tak ternilai harganya. Ruang yang hampir seperti kembar ini tidak memiliki fungsi berarti, lebih disebut sebagai ‘The music Room,’ karena dalam ruangan tersebut Ludwig II menyimpan alat musik Aeolodionnya ( alat musik yang bentuknya seperti kombinasi piano dan harmonium ).Ruangan ini penuh dengan lukisan-lukisan pada sepanjang dinding Tirai mewah yang ada sangat berkesan dan berbau Prancis, budaya yang sangat dikagumi oleh sang raja.

Hall of Mirrors
Ruangan ke-2 yang saya masuki ini fungsinya dulu seperti sebuah ruang tamu bagi sang raja. Dari keterangan guide si wanita jerman yang cantik itu saya tahu Ludwig II sangat suka duduk di kursi mewah yang ada sambil membaca buku sastra favoritnya sepanjang malam. Sang raja terkenal terbiasa tidur di siang hari dan terjaga di malam hari menikmati kesendiriannya di tengah ruangan penuh cermin yang memantulkan segala keindahan nyala ribuan lilin yang menghiasi ruangan.Saya sangat terkesan karena ketika berada di ruangan itu, walau tidak terlalu besar, rasanya saya seperti sedang berdiri di dalam ruangan tanpa batas dan dikelilingi ribuan cahaya lilin yang remang-remang dan terkesan begitu magical . Kecintaannya menikmati dunia malam dalam dunianya sendiri dengan menciptakan ambience efek lilin seperti taburan bintang inilah membuat saya tidak heran ia disebut sebagai The Moonlight King.

Dining Room
Ruangan yang berada di sisi timur ini didominasi warna pink dan biru. Sebagai dining room pastilah ada sebuah meja makan.Namun yang unik dari ruangan ini, adalah sebuah dinning table pribadi sang raja yang bisa menghilang dari ruangan. Menghilang bukan dalam arti disulap, namun meja yang saya lihat di depan mata saya itu tidak ada ketika makanan diatasanya blm disajikan semasa Ludwig II masih menempati ruang itu. Ada semacam ruang rahasia di bawah meja tersebut yang terbuka dan memunculkan meja makan tersebut sudah penuh dihiasi hidangan diatasnya. Saya dengan cerewet bertanya, kenapa harus begitu? Dan wanita Jerman yang saya lupa namanya itu dengan tersenyum menjawab, “ Because the king hates to be disturbed by the staffs while they are preparing the meal for him,” Oh…jadi begitulah enaknya jadi raja, jika ia tak mau pusing diganggu, ada saja ide muncul meja sulap di tengah ruangan yang akan tiba-tiba muncul dari bawah lengkap dengan segala makanan mewahnya untuk dinikmati sendiri oleh sang raja. Sebuah ruang tersembunyi hanya untuk memunculkan meja makan penuh hidangan lengkap. Wow!Namun yang unik lagi, dengar-dengar, Ludwig II ini sangat menggilai tokoh-tokoh penting negara tetangga yaitu King Louis XV, Maria Antoinette dan Madame Pompadour, jadi…walaupun ia makan hanya sendiri di dinning table yang tidak besar itu, namun ia mengharuskan tersedianya 4 kursi. Satu untuk dirinya sendiri, dan ke-3 sisanya untuk ‘imagery guestnya’ yang tersebut diatas. Saya percaya raja itu emang tidak hanya eksentrik, mungkin daripada saya menyebutnya gila, lebih sopan saya anggap dia pemimpi sejati. Bagaimana tidak, saya tidak habis pikir bagaimana seorang raja bisa menciptakan sebuah ruang makan yang begitu indah. Sampai pegal leher saya menikmati setiap jengkal detail langit-langit dalam ruang tersebut. Penuh lukisan figure mitologi klasik yang begitu hidup dan ada beberapa tokoh yang bahkan dibuat 3 dimensi dimana seperti Flora sang dewi bunga dan Bachus, dewa anggur terlihat bentuk kakinya terjulur keluar dari langit-langit. Tokoh-tokoh yang kerap ditemui di era Bavarian baroque dan gereja Rococco pada abad 17 dan 18 tersebut terlihat begitu nyata, hidup. Dan saya, yang juga menyukai seni, mulai terhanyut…entah mengapa saat itu saya membayangkan Ludwig II sedang asyik meminum red wine bersama dengan ke-3 teman imaginasinya…terlintas Maria Antoinette dan Madame Pompadour dengan rambut tinggi berjambul.

Bed Chamber
Ketika diajak guide wanita Jerman memasuki ruangan bernama Bed Chamber ini, tour leader dari Indonesia membisiki saya, mungkin karena dilihatnya peserta tour yang paling antusias mendengarkan sejarah kebesaran impian Ludwig II adalah saya. “Ruang berikut ini ruang favorit saya, bagus sekali. Lihat deh nanti,” Dan benar. Memasuki ruangan besar dengan luas sekitar 100m2 dan tinggi 7 meter itu begitu mempesona. Sangat mewah.Didominasi oleh warna royal blue yang merupakan warna favorit sang raja. Ruangan mewah yang dipenuhi oleh lilin-lilin berjumlah 108 buah yang bertengger pada sebuah chandelier raksasa produksi Wina, Austria ini, terkesan sangat bernuansa Prancis. Lagi-lagi Ludwig mungkin memimpikan memiliki istana Versailles mini versinya sendiri. Ketika saya berdiri, tepat di depan ranjang raksasa sang raja pemimpi, saya melihat sebuah jendela yang menghadap ke kolam dengan wanita dan air mancur yang saya lihat di depan istana. Betul dugaan saya, Ludwig II menikmati keindahan taman dan kolam favoritnya tidak saja dari jendela namun langsung dari tempat tidurnya. Bayangkan Anda bangun tidur diatas ranjang raksasa dengan kanopi yang diatasnya berurai bulu burung unta sebagai hiasan kemewahan, dan di depan Anda terhampar pemandanga seperti itu. Saya sendiri sudah berandai-andai. Belum lagi, tiba-tiba saya dikagetkan oleh bayangan saya sendiri pada pantulan sebuah cermin raksasa di tembok sisi kanan ranjang sang raja. Saya kaget melihat diri saya seolah berada di ruang tanpa batas yang dipenuhi ornamen emas dan porcelain berukir, pajangan kristal dan lilin-lilin yang karena pantulan kaca seperti berjumlah ribuan. Saya mengagumi cara Ludwig menikmati kesendiriannya di ruang tidurnya. Raja yang tidak pernah menikah selama hidupnya ini saya rasa tidak pernah merasa kesepian di tengah fantasinya menikmati keindahan dan kemewahan istana mungilnya.

Dan berakhirlah penjelajahan saya memasuki dunia dongeng dalam ruangan-ruangan kesayangan mendiang King Ludwig II. Saya menyesali mengapa saya tidak bisa memotret di dalam sana. Dan ternyata, memang sampai di Jakarta saya mencari di internet, tidak juga saya ketemukan gambar yang bisa menampilkan isi istana. Semoga apa yang saya visualkan dengan kata-kata diatas bisa Anda bayangkan dengan imajinasi Anda sendiri.

A Fairytale Garden
Pergi ke Schools Linderhof rasanya tidak adil bila hanya membahas tentang keindahan isi istana tanpa menyebut tamannya yang begitu megah dan indah. Seumur hidup saya belum pernah melihat taman sebesar, semegah dan seindah apa yang saya temui disana. Taman penuh dengan patung-patung megah dikelilingi dedaunan berwarna-warni dan kolam-kolam kecil begitu cantik. Ada semacam gazebo seperti sangkar di sudut-sudur tertentu taman, mungkin tempat sang raja duduk-duduk menikmati taman impiannya. Ditambah hamparan daun berguguran yang terhampar seperti karpet bermotif alam begitu mempesona saya yang memang dari kecil begitu mendambakan menikmati indahnya musim gugur benua Eropa. Yang saya lihat disana, tak ubahnya taman dalam buku-buku cerita dongeng Hans Christian Andersen kala saya masih kanak-kanak dulu.

Taman di Linderhof memiliki kombinasi elemen Baroque , gaya taman jaman Renaissance dan English Garden. Taman super luas dengan luas keseluruhannya sekitar 50 hektar, sangat cantik bersatu dengan alam pegunungan apalagi di musim gugur ini, dimana daun-daun berwarna keemasan dan merah maroon berguguran, dan warna-warna pohon-pohon yang menghiasi pegununganpun seperti lukisan penuh warna.

Tak bosan-bosannya saya mengabadikan setiap sudut taman yang rata-rata dihiasi aneka patung dewa-dewi mitologi ada yang dari batu berwarna keabuan sampai yang dihiasi warna emas. Saya tidak tahu apakah itu dilapisi emas murni atau tidak, tapi saya tidak peduli, saya hanya bisa terbuai membayangkan King Ludwig II begitu pandai menikmati hidupnya yang sendiri itu. Mungkin ia menutup kesepiannya dengan keindahan yang ia miliki dan nikmati di lingkungan istana mungil ini.

Di tengah taman kami diajak mengunjungi satu tempat yang berada dalam kompleks taman, sebuah grotto ( gua ) yang ternyata isinya membuat saya kaget dan sekali lagi mengagumi ‘ kegilaan’ King Ludwig II. Bayangkan, sebuah gua yang isinya seperti negeri dongeng, dipenuh dengan lukisan-lukisan, dan dibangun untuk menikmati opera favorit sang raja. Ada panggung dalam gua, ada kolam buatan pula di dalamya. Dalam grotto indah itu, pada jaman Ludwig II sudah dipasang dengan 24 dinamo agar suasana dalam gua bisa dihiasi oleh lampu warna-warni untuk menghidupkan suasana dan menampilkan lukisan didalamnya lebih hidup. Merupakan suatu kemewahan luar biasa pada jaman itu.Saya membayangkan saya adalah tamu sang King of Moonlight yang diundang menikmati opera kesayangannya di dalam sebuah gua yang begitu indah. Apakah dandanan yang pas harus mengikuti trend busana Maria Antoinette agar saya pantas duduk disamping sang raja dan bertepuk tangan seusai pemain opera selesai menyanyikan karya Richard Wagner, sang komposer kesayangan raja?

Setelah saya menjelajahi ruang-ruang mengagumkan dalam istana, berkeliling kesana kemari menapaki luas taman sang raja, memasuki gua penuh warna, tak henti saya mengagumi tempat yang tidak pernah saya dengar namanya sebelum ini. Linderhof, beserta segala atribut, kisah sang pemiliknya dan segala skandal dibelakang nama sang raja.

Ternyata, ada sebuah istana kecil yang bisa meninggalkan kenangan begitu besar bagi saya. Tempat yang membuat saya merasa tidak ada salahnya menjadi seorang pemimpi. Tempat dimana saya merasa bahwa orang yang disebut gila mungkin adalah orang yang paling waras dan jenius. Paling tidak jenius dalam hal bermimpi.

Dan terimakasih untuk orang yang telah meyakinkan saya…saya harus ke Linderhof. Kini saya kembali ke tanah air, dengan sejuta kenangan di suatu musim gugur di bulan oktober yang indah.

Autumn Travel Tips
• Eropa memiliki 4 musim, summer, autumn, winter, spring. Bila ingin melihat daun aneka warna yang terbaik adalah musim gugur ( autumn ). Sekitar bulan September-October. • Pada musim gugur kadang sering diiringi turun hujan walaupun tidak lebat, jadi jangan lupa siapkan payung lipat yang handy. • Cuaca di Eropa bisa berubah cukup drastic dari hari ke hari, atau bahkan antara siang dan malam, jadi untuk menahan dingin di pagi hari dan malam dan tidak kegerahan di siang hari bila ada matahari yang cukup terik, pakailah pakaian berlapis-lapis.Layer per layer. Jadi lebih fleksibel. • Bila ingin lebih menikmati suasana beda di Eropa, siapkan ipod Anda dan isi dengan lagu-lagu favorit yang mendukung suasana perjalanan menjadi lebih ‘hidup’ dan menyenangkan. • Jangan lupa membawa body lotion dan lip gloss karena musim gugur dan musim dingin sangat membuat kulit kering.

Fashion tips untuk musim gugur • Pilihlah warna-warna yang tidak terlalu mentereng yang lebih cocok untuk summer. Warna-warna tanah, hitam, grey dan marron cukup macth dengan nuansa musim gugur. • Bila ingin memakai sepatu boot, pilihlah yang comfortable, tidak sekedar gaya. Karena travel pasti akan banyak dilalui dengan jalan kaki, boot yang dipakai haruslah nyaman. • Pilihlah parfum yang tidak terlalu light wanginya, karena parfum yang agak kerasa baunya di Indonesia saat musim dingin di luar, akan tercium beda. Parfum musim dingin dan musim panas memberi kesan yang berbeda.

Quick Fact
• Tour dari Indonesia jarang memiliki itenary kunjungan ke istana Linderhof, bila tertarik, mungkin bisa mencari tour optional ketika berkunjung ke Insbruck-Austria, jarak yang ditempuh dari sana sekitar 80km. • King Ludwig II diisyukan adalah seorang gay karena dia tidak pernah menikah dan terlihat dekat dengan wanita manapun setelah ia membatalkan pertunangannya dengan putrid Sophie, sepupunya. Malah, ia bergaul terlalu dekat dengan seorang komposer pujaannya yang mengilhaminya membangun Grotto indah untuk menikmati opera sang komposer, Richard Wagner. • Salah satu istana Ludwig II yang tidak sempat selesai pembangunannya, Neuschwanstein atau New Swan Stone dalam bahasa Inggris, bangunannya begitu indah dan megah sehingga menjadi inspirasi bentuk istana Sleeping Beauty di Disneyland.

No comments:

Post a Comment